Menurut Ekonom Center of Reform on
Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, kebijakan pemerintah sejauh ini
dinilai cukup dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan pemasukan negara. Adapun
kebijakan Presiden Joko Widodo sebelumnya dengan mencabut subsidi bahan bakar
untuk pembangunan infrastruktur pada 2014 lalu dinilai berdampak mengurangi
krisis global saat ini. "Jika jokowi tidak berani mengurangi subsidi, kita
akan kelabakan sekali sekarang. Tahun 2014 dikurangi subsidi, waktu itu Jokowi
mengalihkan subsidi untuk pembangunan infrastruktur," kata Piter saat
dihubungi Kontan.co.id, Kamis (30/8/2018). Pencabutan subsidi tersebut sejauh
ini cukup mengurangi beban negara. Sehingga saat ini, masalah krisis tidak
menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Karena kita
sudah banyak mengurangi subsidi, tapi beban itu sudah jauh berkurang dari
sebelumnya. Sehingga apa yang terjadi tidak sampai melewati kemampuan APBN kita,"
tegasnya. Dengan adanya masalah krisis ini, Piter berharap pemerintah dan Bank
Indonesia (BI) dapat segera mengambil keputusan untuk menetapkan kebijakan.
"Kita dorong BI mengambil kebijakan. Seperti kebijakan B 20 dan selain itu
juga mengurangi impor 900 barang konsumsi. Namun belakangan ini BI dan
pemerintah sepakat untuk sama-sama memacu pariwisata. Ini yang kita support
harus diperbanyak. Saya melihatnya kebijakan ini kurang," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah dinilai perlu melakukan perluasan ekspor dan juga
melakukan konversi devisa ke rupiah. "Penambahan perlu, seperti ekspor
diperluas dan ekspor di konversi ke rupiah. Kita jangan terlalu liberal, harus
berani mengambil kebijakan tegas seperti negara Thailand dan Rusia, masa kita
enggak bisa," ujarnya. Lebih terpenting adalah pemerintah harus fokus
dalam memperbaiki current account deficit (CAD). Hal ini bagaimana peran
pemerintah membuat CAD bisa surplus. Menurut Piter dengan kondisi CAD surplus
maka kekebalan Indonesia terhadap gejolak ekonomi bisa meningkat.
contoh
nya : Mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di Jawa Barat yang
akan mendukung tumbuhnya sektor-sektor ekonomi potensial. Proyek infrastruktur
yang perlu menjadi prioritas antara lain:
a. Konektivitas jalan
darat yang menghubungkan Utara-Selatan dan Timur-Barat wilayah Jawa Barat
antara lain Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi
(Bocimi), Jalan Tol Cileunyi-Garut-Tasikmalaya (Cigatas), dan Jalur Lintas
Pantai Selatan (Pansela), akses jalan kawasan-kawasan industri di Jawa Barat
bagian Utara, jalan tol dari Cipali ke Patimban, serta pembangunan Bandung Intra
Urban Toll Road.
b. Jalur kereta api double
track Bogor-Sukabumi.
c. Bandara Internasional
Jawa Barat – Kertajati sebagai pusat logistik.
d. Pelabuhan Patimban.
e. Bandungan/Waduk:
Jatigede, Leuwikeris, Kuningan, Karian, dan Sindangheula.
f. Ketersediaan air
baku untuk air bersih dan air minum melalui optimalisasi pemanfaatan sungai
Citarum.
g. Listrik/Energi: PLTU
Lontar, PLTU Suralaya, disertai dukungan pengembangan Transmisi High Voltage
Direct Current.
Upaya
pembangunan infrastruktur dan pengembangan sektor ekonomi potensial juga
memerlukan adanya keselarasan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan
peningkatan peran proaktif dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk
memperbaiki infrastruktur di daerah. Hal tersebut dilakukan melalui: (i)
peningkatan kualitas dan kuantitas jalan kabupaten/kota; (ii) optimalisasi
pemanfaatan dana desa untuk pembangunan infrastruktur dan sarana desa; (iii)
pengembangan dan pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar